PERAN PENTING ANTROPOLOGI DALAM SUATU PEMBANGUNAN


PENTINGNYA KAJIAN BUDAYA (ANTROPOLOGI) DALAM PEMBANGUNAN DAN DUNIA BISNIS
Oleh : Jhoni Ambarita dikutip dari Steven Simolang, S.Sos

         Antropologi mempelajari manusia dan segala aspeknya. Antropologi berperan memecahkan masalah manusia yang berkaitan dengan pembangunan. Antropologi dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk membuat kebijakan pada suatu permasalahan pada pembangunan Indonesia dan ikut serta dalam perencanaan program. Koentjaraningrat pernah mengatakan istilah kebudayaan, sistem nilai budaya dan sikap mental adalah termasuk ke dalam konsep kultur, menurut aliran cultural developmentalism (2005:19). Penguasaan akan konsep kultur sesuatu yang mendasar keperluannya bagi antropologi. Antropolog mengenalkan keadaan dunia luar tanpa meninggalkan kultur yang ada dalam masyarakat dan mengatasi hambatan berupa adat istiadat dan sikap mental yang kolot, pranata-pranata sosial dan unsur-unsur kebudayaan tradisional, harus digeser disesuaikan dengan kultur kemajuan demi keperluan hidup masa kini.


A. Antropologi dalam Pembangunan Masyarakat

         Antropologi dalam perkembangannya telah banyak di gunakan untuk pembangunan masyarakat manusia di mana saja di berbagai belahan dunia. Penggunaan Ilmu Antropologi menjadi mutlak diperlukan karena pembangunan adalah untuk manusia yang dilakukan oleh manusia itu sendiri, jadi manusia sebagai objek sekaligus selaku subjek pembangunan. Sementara Antropologi sendiri memiliki fokus kajian terhadap manusia dan perilakunya dengan kata kunci budaya, yaitu suatu kata yang maha luas, sebuah kehidupan manusia yang tak pernah habis untuk dikaji. Budaya tidak seperti yang dipahami orang pada umumnya sekadar adat, seni, etika dll, tetapi lebih dari itu sebagai suatu kehidupan atau perilaku manusia, dalamnya terdapat segala misteri kehidupan manusia. Antropologi meneropong realitas kehidupan manusia atau budaya secara holistic/komprehensif/keseluruhan yang berwujud dalam tiga sistem yakni sistem nilai/ kognisi/ budaya (pola pikir manusia), sistem perilaku (sistem sosial) dan kebudayaan material (artefak). 

         Semua tercermin dalam 7 unsur budaya yakni sistem religi, sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian, perlengkapan hidup, sistem pengetahuan, sistem kekerabatan, dan kesenian. Atasnya, antropologi lebih dalam mengkaji manusia, sebab ia meneropong sampai kedalaman inti perilaku atau inti budaya yakni sistem kognisi/nilai. Sistem nilai atau kognisi adalah inti penggerak dari perilaku manusia. Akibat fokus antropologi pada manusia dan perilakunya menjadikan antropologi dapat menjadi nara sumber utama dalam gerakan pembangunan dimana manusia sebagai subjek dan objeknya. Pembangunan yang dimaksud disini adalah pembangunan masyarakat sebagaimana yang dikerjakan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan swadaya masyarakat itu sendiri (pembangunan sosial, politik, hankam, pendidikan, dll). Pembangunan masyarakat harus memperhatikan esensi pembangunan yang berfokus pada manusia, dalam pemahaman antropologi, pembangunan merupakan sebuah proses perubahan budaya secara terencana kearah budaya yang dianggap maju. 

           Antropologi merubah budaya manusia dengan strategi atau rekayasa kultural, perubahan yang dilakukan akan sampai menyentuh perubahan inti budaya sehingga perubahan tersebut dapat berhasil dan langgeng. Sayangnya banyak kebijakan pemerintah tidak mengindahkan pemahaman ini sehingga kebijakan pembangunan tidak berjalan dengan mulus, hanya membuang biaya tinggi. Seperti kebijakan pemerintah melakukan pemindahan orang bajau yang hidup di laut atau pantai ke daerah pedalaman yang hanya menyebabkan mereka menjual lahan dan rumah setelah tinggal seminggu. Kalau mungkin antropologi  dilibatkan melakukan kebijakan tersebut, maka akan dilakukan perubahan dalam setiap bagian wujud kebudayaan hingga merubah sistem nilai atau pola pikir masyarakat, dengan demikian apapun kebijakan yang dilakukan pastilah berhasil dan masyarakat dapat mengikutinya. Disinilah letak peran antropologi terhadap pembangunan masyarakat, manusia sendiri digerakan sistem budayanya untuk mewujudkan tujuan pembangunan. 

             Antropologi mengambil peran atau pelengkap utama dalam pembangunan, misalnya seorang kepala pembangunan perlu pengetahuan perilaku manusia untuk mengelola tim pembangunannya dan membuat produk pembangunan yang bisa berfungsi bagus bagi kepentingan manusia. Antropologi akan lebih dipakai, (1) dalam perencanaan, yakni sangat bisa dalam memahami perilaku, pola pikir, kebutuhan, aspirasi, kepentingan dari masyarakat yang akan dibangun atau yang menjadi kelompok sasaran. (2) berperan dalam mengembangkan desain, program, strategi, rekayasa dalam pembangunan tersebut. (3) peran penting dalam mengkomunikasikan kebijakan pembangunan kepada sasaran masyarakat dan upaya pemberdayaan serta upaya perlakuannya, dalam hal ini antropologi sangat mengandalkan metode mujarabnya yakni pendekatan atau hubungan interpersonal yang bagus dan lebih lagi metode partisipatif sebagai metode paling unggul diakui oleh siapapun yang berpengalaman dalam melaksanakan pembangunan apa saja. 

          Hal-hal diatas merupakan esensi filosofis mengenai kebutuhan penting pelaksanaan pembangunan terhadap antropologi. Berbagai potensi antropologi dalam pembangunan dapat melakukan kehendak apapun kepada masyarakat sasaran. Penggunaan antropologi sepanjang sejarahnya digunakan untuk berbagai kepentingan, misalnya mengatasi suatu wabah penyakit dalam suatu daerah tertentu, setelah diteliti oleh antropolog bahwa kebiasaan masyarakat setempatlah yang membuat penyakit tersebut menjadi wabah, sehingga cara mengatasinya adalah merubah kebiasaan atau budaya tersebut. Untuk merubahnya antropolog diterjunkan bersama para dokter, penyuluh kesehatan, kalau hanya mengandalkan dokter atau petugas kesehatan mereka akan kesulitan untuk merubah perilaku manusia sebab kebiasaan yang menimbulkan penyakit tersebut sudah membudaya dalam pola pikir manusia mereka. Sebagaimana dalam teori antropologi tentang budaya, bahwa merubah budaya harus masuk dalam sistem nilai atau pola pikir dan inilah hal tersulit butuh strategi jitu dan waktu panjang, karena ini antropologi mutlak dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan apapun.
Penerapan antropologi bukanlah suatu hal menggadaikan ilmu yang bertentangan dengan moral, etika, tapi justru keterlibatan antropologi dalam pembangunan adalah hal positif dalam melihat masyarakat manusia sebagai objek utama antropologi. Rasa etis dalam diri antropolog muncul dari perhatian emicnya dalam kerangka kepedulian bagi kemanusiaan, kesejahteraan, dan keadilan. Karenanya mulai tahun 1980-an hampir semua lembaga atau badan pembangunan dunia melibatkan para antropolog dalam program-programnya, misalkan PBB, USAID, UNDP, WHO, Bank Dunia. Peran mereka bukan sekedar menjadi peneliti, konsultan atau evaluator saja tetapi juga sebagai pembuat disain kebijakan, pelaksana kebijakan, evaluasi serta rekomendasi program dan banyak yang bertindak selaku manajer dan birokrat pembangunan
Untuk kepentingan lain, misalkan sewaktu kolonialisme dahulu, antropologi digunakan para penjajah barat supaya berhasil menjajah negara-negara terkebelakang misalnya Indonesia. Sewaktu perang Aceh antropolog Snouck Hurgronje diterjunkan untuk meneliti kelemahan orang Aceh dan didapatinya bahwa orang Aceh sangat patuh terhadap ulama, maka dibuatkan sebuah strategi menghancurkan para ulama sampai beberapa pemimpin ulama ditangkap, maka orang Aceh dapat ditaklukan. Amerika sewaktu menghantam Jepang, mereka menerjunkan agen CIA yang berlatar belakang Antropolog mempelajari orang Jepang dan kelemahannya dan Amerika bisa memenangkan pertaruangan dengan orang Jepang, begitu juga mereka melakukan penguasaannya di timur tengah begitu dan ketika antropolog amerika banyak dipakai dalam perang Vietnam dan di Asia Tenggara. Karena sejarah ini, antropologi dikritik didalam mapun diluar komunitasnya, dianggap mengarahkan penggunaan antropologi bagi kepuasan nafsu penghancuran umat manusia. Dan terlepas dari ini antropologi dirasa sebagai elemen ilmu yang teramat mumpuni untuk diterapkan dalam kepentingan apapun.

           Hazel Anderson dengan buku Building a Win-win World (1992), dijelaskan bahwa telah bangkit minat dunia kepada budaya sebagai faktor dominan dalam pembangunan tidak hanya dalam model-model ekonomi dan kebudayaan tetapi juga dalam geopolitik. Council on Foreign Relations AS dan jurnalnya yang bergengsi menudukung pandangan ini dengan menerbitkan dua artikel edisi September/ Oktober 1995 yang menekankan dominasi budaya dalam pembangunan. Terlihat jelas dari wajah budaya unik dari perekonomian masa kini yang semakin digerakan oleh pasar bahwa perekonomian dapat dimengerti paling baik melalui antropologi, psikologi sosial, sejarawan, dll. Sebab dengan mengerti kode-kode DNA budaya kita dapat memahami mengapa dan bagaimana perekonomian, politik dll di dunia ini. Fokus budaya muncul tahun 1988 ketika PBB mendeklarasikan World Decade for Cultural Development 1988-1999. PBB menunjuk World Commision on Culture and Development yang diketuai Perez de Cuellar, mantan sekretaris jenderal PBB, termasuk didalamnya ada banyak antropolog yang diakui secara global. Mereka memandang budaya sebagaimana penjelasan D. Paul Schafer, direktur World Culture Project yang berpusat di Canada, memandang proses pembangunan melalui lensa budaya memungkinkan adanya reintegrasi yang sangat diperlukan dan pandangan menyeluruh tentang proses-proses ini. 

           Ada peperangan besar yang membayangi dunia yakni peperangan tentang apakah kebudayaan atau perekonomian yang seharusnya menjadi objek utama dan pokok perhatian utama dari kegiatan oembangunan dan kepedulian nasional dan internasional. Ekonomi telah mendominasi pemikiran nasional dan internasional selama berabad-abad sebagai sebuah kemenangan kapitalisme dan kapitalisme justru hanya memanfaatkan strategi budaya sebagai pendekatan yang mumpuni untuk kekuasaan kapitalisme. Dan akhirnya untuk dapat bertahan hidup dalam masyarakat pasca industrialisasi ini, kapitalisme harus lebih bertanggung jawab secara sosial/budaya atau sadar akan dampak eksploitasi sosial dan lingkungan yang diakibatkan sistem kapitalisme yang justru mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Dan sekarang kita melihat keragaman budaya dan keragaman bio muncul kembali untuk menantang ekonomisme. Jadi budaya menjadi pedoman untuk melakukan pembangunan ekonomi global menuju pembangunan yang berwawasan budaya atau pembangunan manusia seutuhnya, bahwa pembangunan masyarakat adalah pembangunan budaya atau masyarakat pasca industri sedang membangun jalan baru menuju pengembangan budaya dan sedang membangun budaya manusia. Jadi negara-negara dunia sekarang dan lembaga-lembaga global yang berhasil dalam gerakan pembangunan, dan pembangunan tersebut berkelanjutan pastilah menggunakan lensa atau kaca mata budaya. Dan memahami pembangunan sebagai perubahan budaya menuju budaya yang lebih adil dan beradap, bukan keuntungan semata oleh individu, penguasa, konglemerat, negara tertentu, dan lainnya tapi bagi semua umat manusia.

B. Antropologi dan Dunia Bisnis

           Ada beberapa hal keterkaitan antropologi dengan dunia bisnis yang lagi trend dalam pembahasan bisnis sekarang ini yakni soal budaya perusahaan, menjadi pemimpin usaha global, dan pemasaran global atau lintas budaya.

1. Budaya Perusahaan
        Antropologi memandang proses bisnis sebagai sebuah perubahan budaya secara terencana untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor penting keberhasilan sebuah bisnis atau perusahaan adalah keberhasilan kita dalam mengelola budaya perusahaan baik budaya pemimpin, staf, karyawan, kelengkapan perusahaan, konsumen dan semua yang terkait dengan perusahaan. Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau kebiasaan perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem organisasi sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek perusahaan, tetapi budaya justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab perusahan dipandang antropologi sebagai suatu komunitas budaya yang memiliki perilaku dalam wujud-wujud kebudayaan, merubah budayanya berarti merubah perusahan secara keseluruhan. Kalau inti budaya perusahan mengalami perubahan otomatis akan menggerakan perubahan perusahan secara keseluruhan, tinggal apakah perubahan itu kearah keberhasilan atau kemunduran tergantung yang dikehendaki. Disini jelas kembali dalam pandangan antropologi bahwa budaya berfungsi sebagai cara hidup.

        Perbincangan soal budaya perusahan telah menjadi perbincangan yang sangat menarik dan paling penting dalam era sekarang ini. Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan perubahan berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan kemampuan bertahan dalam era yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau perusahan tidak ditangani budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan dapat mengalami goncangan yang akhirnya bisa mematikan perusahaan tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen kunci dari perubahan yang akan memberi pengaruh kuat bagi sistem kerja organisasi. Budaya sebuah organisasi terbentuk sebagai tanggapan atas dua hal, satu, persoalan-persoalan adaptasi dan survival yang bersifat eksternal, dan dua, persoalan-persoalan integrasi organisasi yang bersifat internal. Sehingga pengambangan budaya merupakan solusi bagi kelompok menghadapi segala persoalan eksternal dan internalnya.
              Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1). Artefak, sesuatu yang kelihatan yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan, misalnya benda-benda, kata-kata yang diucapkan, gerak tubuh. (2). sistem perilaku, hubungan antar karyawan, hubungan karyawan dengan atasan dan sebaiknya, hubungan antar atasan, hubungan dengan lingkungan, (3). Sistem nilai, ini menyangkut norma, aturan baik tertulis maupun tak tertulis, kepercayaan-kerpercayaan, nilai sejarah perusahaan, etos kerja, misi, tujuan, strategi, “roh” atau spirit perusahaan, sistem inilah yang disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi ini membentuk secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak nampak namun mengendalikan periaku manusia, karena tidak nampak sehingga sulit sekali untuk dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sangat digemari para perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya adalah nilai-nilai yang diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem kebudayaan keseluruhan, perubahan kulutr merupakan bagian yang tersulit tidak semudah yang dibayangkan namun transformasi perusahaan harus dilakukan untuk berubah menjadi perusahaan yang kuat yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat, yakni sampai pada perubahan kultur perusahaan yang adaptif. 

               Perubahan budaya merupakan tujuan akhir karena sulitnya merubah budaya, tetapi kita harus melewati tahap-tahap transformasi besar yakni mendorong urgensi, bentuk kolaisi pengarah, membentuk visi dan strategi, mengkomunikasikan perubahan, memberdayakan banyak orang untuk melakukan tindakan, menghasilkan keuntungan jangka pendek, Mengkonsolidasikan pencapaian-pencapaian dan menghasilkan lebih banyak perubahan, dan yang terakhir adalah mencapai kultur perusahaan baru. Delapan langkah transfromasi perusahaan masa depan ini menerangkan bahwa perubahan sikap maupun perilaku dimulai sejak awal transformasi, lalu menciptakan perubahan-perubahan metode kerja yang membantu perusahaan menghasilkan produk/jasa yang lebih baik dengan biaya lebih rendah. Bahasa antropologisnya, wujud budaya artefak dan wujud sistem perilaku telah ditangani terlebih dahulu, baru pada akhir siklus, sebagian besar dari semua usaha itu menjadi tertanam didalam budaya (inti budaya/ system nilai) sehingga perusahaan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah. Sistem budaya tersebut harus berjalan seimbang dan lengkap, dengan bergerak maju dan melakukan penguatan, tidak bisa ada unsur yang timpang pada masing-masing tiga wujud budaya juga pada keseluruhan ketiganya. Disayangkan, banyak perusahaan gagal mentrasfromasikan perusahaannya akibat merubah kultur tidak melewati proses demi proses dengan kata lain menempatkan perubahan kultur pada langkah pertama bukan sebagai tujuan akhir, bahkan banyak pula yang mengesampingkan budaya dalam melakukan perubahan. Padahal, kita ketahui bahwa budaya yang adalah norma-norma kelompok dan nilai-nilai yang diyakini bersama merupakan hambatan terbesar untuk melakukan perubahan yang seharusnya semua itu tidak perlu menghambat.

          Kultur bisa mempermudah adaptasi seandainya perusahaan memiliki kultur yang tepat hasil proses perubahan budaya. Budaya perusahaan yang kuat tidak akan mudah mengalami goncangan, ia mampu beradaptasi dan selalu menang dalam menangkap peluang, dan menang dalam kancah pertarungan global. Satu hal lagi yang perlu dipahami untuk mengerti bahwa perubahan budaya organisasi harus melewati proses dan menjadi keharusan, ialah bahwa dimensi budaya organisasi bisa dibangun dengan dipelajari dan dajarkan elemen personal organsiasi, sebagaimana teori antropologi bahwa budaya timbul dari proses belajar dan tidak timbul dengan sendirinya. Demikianlah, budaya organsiasi dibangun lewat proses belajar oleh para pendiri organisasi, mereka yang punya kuasa untuk merubah hal-hal yang ada atau mempengaruhi orang lain. Untuk melakukan perubahan yaitu sebuah proses belajar sangat berperan penting adalah pemimpin dan kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan  mesin penggerak yang mendorong perubahan. Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan perubahan budaya organisasi adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat berhasil menggapai segala tujuannya. Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai bidang, perubahan teknologi yang pesat, persaingan pasar yang ketat telah memaksa semua pemimpin perusahaan dimanapun untuk memimpin organisasinya dalam perubahan budaya. Hampir semua perusahaan global yang popular dewasa ini memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat. 

2. Menjadi perusahaan dan pemimpin global

          Saat ini terjadi pergeseran dari dunia mekanistik ke dunia holistik, mereka yang mempertahankan pola mekanistik telah berguguran misalkan kehidupan ekonomi Indonesia selama orde baru mempertahankan kebijakan pembangunan yang menggunakan indikator keberhasilan kepada pembangunan fisik dan bentuk pembangunan tersebut disatu polakan akhirnya sekarang telah tumbang. Perusahaan-perusahaan banyak yang gulung tikar akibat mengembangkan pola mekanistik karena tidak memiliki kemampuan menghadapi perubahan demi perubahan dari lingkungan internal dan eksternalnya. Mereka tidak berpikir bahwa ada banyak fariabel yang menentukan keberhasilan berbisnis dan dalam mengelola negara, padahal lingkungan global sekarang ini semua hal bisa mempengaruhi kinerja perusahaan. Kita baru sadar bahwa sebenarnya kita hidup dalam realitas lingkungan yang senantiasa berubah bukannya suatu lingkungan yang terprogram, dan lingkungan ini adalah sebuah sistem yang saling mempengaruhi dengan memiliki fungsi masing-masing dan tidak bisa dipinggirkan.

           Ekonom dunia Paul Ormerod dalam bukunya The Death of Economics (1994) yang saat terbit sempat menghebohkan dunia keilmuan, bahwa ekonomi dunia yang kini berada dalam krisis, kondisi masyarakat dengan krisis ekonomi diberbagai belahan dunia, mulai pengangguran di Eropa Barat yang kian banyak, defisit ganda melanda Amerika, jalur cepat reformasi ekonomi Uni Soviet, krisis ekonomi di Asia termasuk Indonesia. Berbagai pendekatan telah gagal untuk mengatasinya, Ilmu Ekonomi yang diharapkan tidak mampu berbuat banyak. Menurut Paul, Ilmu Ekonomi terjebak dalam ekonomi ortodoks yang telah lama dipertahankan, terjebak dalam pandangan dunia yang teridealisasi dan mekanistik. Idealistis adalah menerangkan apa yang seharusnya atau normatif, ia telah jauh dari realita sesungguhnya atau menolak realitas. Sedangkan mekanistis, melihat masyarakat manusia seperti mekanisme mesin atau sebagai objek saja hal ini menolak manusia sebagai subjek. Padahal manusia sebagai mahluk rasional  atau mahluk budaya dimana input dan output manusia tidak selalu sama atau tetap tapi berubah-ubah, dalam arti perilaku manusia fariatif karena memiliki kebebasan berpikir dan penuh kepentingan. Manusia merupakan variabel yang maha luas sehingga kita banyak mendengar keberhasilan dan kegagalan bisnis adalah faktor manusianya, tergantung apakah manusianya punya kemampuan bertahan, beradaptasi, mengelola lingkungan bukannya diarahkan oleh lingkungan.

            Manusia sebagai sentral dari holistik-realistik tersebut atau dunia realitastik berpusatkan kepada manusia sebagai motor fariabel. Dunia holistik atau dunia realitas akan dimengerti dengan memahami realitas sistem manusia yang bergerak bebas dan berubah-ubah, sementara cerminnya adalah dengan lensa budaya yang mampu melihat dunia holistik-realistik sampai kedalamannya. Budaya mengungkapan semua realita hidup manusia yang holistik atau komprehensif. Dalamnya terdapat sistem yang luas dengan memiliki unsur-unsur yang berfungsi masing-masing dan saling mempengaruhi. Tingkat kedalamannya sampai ke inti budaya yakni sistem nilai yang menggerakan segala perubahan. Jelaslah bahwa wajah perekonomian dan proses pembangunan masa kini akan sangat dimengerti melalui kaca mata budaya atau kaca mata realitas, sebagaimana kata Paul Schafer direktur World Culture Project yang berpusat di Canada. Council on Foreign Relatiopnms AS dalam dua artikel edisi September / oktober 1995 menekankan dominasi budaya dalam pembangunan dan terlihat jelas dari wajah budaya unik perekonomian dapat dimengerti paling baik melalui antropologi, psikologi social, sejarawan dll. Sebab dengan mengerti kode-kode DNA budaya (inti budaya) kita dapat memahami mengapa dan bagaimana perekonomian, politik di dunia ini. Tahun 1990-an menandai bangkitnya manusia sebagai faktor terpenting dalam daya saing sebagai faktor utama dunia bisnis. Sekarang terdapat tekanan besar kepada daya saing global, mereka yang tidak mampu menghadapinya atau memiliki daya saing global akan sulit membuat perusahaan berhasil. Kita berada di era informasi seperti kata Alfin Tofler yang telah mengghilangkan segala sekat pembatas sehingga semua masyarakat global punya akses kedalam dunia bisnis dan menimbulkan persaiangan dalam kondisi pasar. Kondisi ini mengharuskan perusahaan dan para pelaku bisnis harus beradaptasi didalamnya, dengan maksud membangun dunia bisnis menggunakan lensa budaya global untuk melihat diri dan lingkungan dalam realitas banyak fariabel. Sampai kita harus berbudaya atau bertindak global dengan memiliki pola pikir (sistem budaya/nilai) global. 

            Stephen H Rhinesmith dalam bukunya Panduan Bagi Manajer Menuju Globalisasi menjelaskan, untuk menjadi global, sebuah perusahaan tidak hanya harus menjalankan bisnis secara internasional tetapi juga harus mempunyai budaya perusahaan dan sistem nilai yang memungkinkannya menggerakan sumber dayanya kemanapun di dunia untuk memperoleh keunggulan bersaing terbesar. Untuk menjadi global diperlukan pola pikir yang luas jauh melampaui jangkauan kebanyakan perusahaan sekarang ini. Semua perusahaan tidak terkecuali harus menggunakannya baik perusahan domestik, perusahaan lokal/daerah, eksportir, perusahaan internasional, perusahaan multinasional, perusahaan global, perusahaan transnasional.
Perusahan global yang berhasil sekarang ini telah banyak merekrut para penasihat yang berlatar belakang antropologi juga bukan sekadar penasihat tetapi banyak yang menjadi manager atau direktur dalam mengelola perusahaan untuk dapat tampil berdaya saing dan berhasil dalam pentas global yang mau tidak mau telah berada dalam era global. Perusahaan tersebut telah mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam pengembangan budaya perusahaan untuk mendapatkan hasil yang sangat besar. Perusahaan tersebut melakukan perubahan besar-besaran dalam manajemennya yang berhubungan dengan pengembangan budaya perusahaan. 

           Beberapa contoh dibawah ini yang dilakukan perusahaan-perusahaan global dalam mereformasi manajemennya untuk berbudaya global.
- Sdm, Banyak perusahaan menerapkan strategi sumber daya manusia global karena telah memutuskan mengglobalisasikan perusahaannya dengan mengembangkan budaya perusahaan global. Utamanya terutama pada manajer-manajernya harus punya kepekaan lintas budaya dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi setempat. Divisi internasional Moran, Stahl & Boyer’s mengembangkan instrument penilaian SDM manajer yakni Overseas Assignment Inventory dimana kepekaan lintas budaya menjadi instrumen utama penilaian merekrut SDM atau manajer global.
  • Pusat-pusat orientasi global, Arthur Andersen Consulting merupakan salah satu perusahaan konsultan terbesar di dunia telah menerapkan perubahan dalam strategi, taktik, nilai, dan budaya perusahaan kepada semua orangnya diseluruh dunia dan perusahaan kliennya, ini sebagai program unggulannya.
  • Pendidikan Pola Pikir Global, ARCO Internasional dan AT&T melakukan kursus kepada para manajernya mengnai pola piker global dengan panduan Buku A Manager’s Guide To Globalization ditulis Stephen H. Rhinesmith berisi 6 keterampilan sukses di dunia yang sedang berubah, yang banyak mengangkat pentingnya lensa budaya dan pola pikir budaya perusahaan global. Pelatihan yang sama dilakukan WR Grace terhadap 500 manajer puncaknyaguna mempermudah usaha globalisasinya. Kursus ini dikembangkan Warner Burke dari Clombia University dan Stephen H. Rhinesmith, telah memperoleh perhatian yang luas sebagai alat untuk menyesuaikan manajer kepada berbagai tantangan mengelola di perusahaan yang menjadi global.
  • Pelatihan manajemen lintas budaya, Perusahaan global Ford mereorganisasikan perusahaannya menjadi perusahaan global tahun 1955. Mereka melakukan pelatihan bagi 3000 manajer puncaknya dalam hal manajemen lintas budaya. Ford menunjukan cara bagi perusahaan lain untuk mulai memahami pentingnya dan tantangan dimensi multibudaya terhadap globalisasi.
  • Pelatihan budaya dan bahasa. SDM Samsung sepetember 1991 mengirim 400 karyawan pilihan untuk satu  kunjungan ke 45 negara. Setiap orang diberi $50.000 untuk dikeluarkan kepada apa yang disenanginya dinegara yang ditugaskan. Mereka mempelajari bahasa lokal dan mempelajari kebudayaan dan membuat persahabatan. Samsung menetapkan $100 juta untuk program tersebut sampai 1996. Investasi besar ini sangat menentukan langkah besar bagi Samsung yang berkeinginan besar membangun korps manajer yang beroperasi secara global.
  • Pembentukan Tim Multibudaya. Bidang yang paling mampu dalam manajemen global dan pengembangan organisasi adalah pendirian tim multikultural. Hoffman La Roche perusahaan farmasi berbasis di Swiss, mempergunakan metode manajemen tim yang kuat dan menekankan unsur multibudaya dalam mengelola tim penelitian dan pengembangan internasionalnya.
  • Penasihat budaya internasional/ global. Organisasi global yang tidak menyesuaikan budaya perusahaannya menghadapi masalah karena tidak akan pernah mempunyai kader manajer global yang berbakat dan berkemampuan. Untuk menghindari perangkap ini maka perusahaan sangat membutuhkan penasihat budaya perusahaan atau penasihat global.
  • Jalur karir global. The Economist meninjau 15 perusahaan global Amerika, Eropa, dan Asia menyebutkan bahwa para manajer puncak harus punya kemampuan budaya global. AMP, pabrik kondektor listrik dan elektronik yang bernilai $4 miliar dengan kantor pusat di Harrisburg, Pennsylvania memiliki 31 perusahaan diluar amerika dan 60 persen penjualannya diluar negeri. AMP mengembangkan konsep “orang yang mampu di dunia”. William Hudson, president dan CEOnya menjelaskan, orang yang mampu didunia adalah seseorang yang mempunyai minimum 5 tahun hidup di negara dan budaya lain dan cukup tenggelam dalam budaya tersebut “untuk mengetahui cara berpikir seperti orang lain”.
3. Pengembangan Produk dan Pemasaran berwawasan budaya

          Pengembangan produk dan pemasaran adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan. Produk yang dihasilkan harus sesuai selera pasar ataupun produk yang dihasilkan akan menemukan pasarnya sendiri. Istilah yang sering dipakai adalah bauran pemasaran atau bauran produk. Pada perkembangannya dunia pasar menjadi hal yang perlu diselami untuk diketahui keberadaanya guna pengembangan produk yang tepat dan bagaimana produk dapat diminati atau digunakan oleh pasar atau konsumen. Dunia pasar atau konsumen ini menjadi pusat perhatian utama dunia bisnis dan para ilmuannya karena keberhasilan bisnis dalam era pasar yang kompetitif sekarang di dunia global adalah tergantung keberhasilan bauran pemasarannya.

            Philip Kotler mengemukakan bahwa telah terjadi perubahan dalam dunia pemasaran saat ini, dimana pemasaran konvensional telah berubah kepada pemasaran yang berfokuskan kepada pelanggan. Dalam arti memahami, menciptakan/membentuk, mengkomunikasikan dan memberikan nilai serta kepuasan kepada konsumen, sehingga produk yang dipasarkan sangat berhasil dipasarkan dalam rangka mendapatkan laba karena telah menjadi nilai/budaya kepada konsumen. Definisi singkat pemasaran menurut Kotler adalah penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain. Sangat menentukan semuanya adalah budaya sebagai penentu paling dasar perilaku seseorang atau budayalah yang terluas dan terdalam mempengaruhi keinginan dan perilaku pelanggan. Budaya, meliputi nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dasar yang berasal dari proses belajar. Dari sini akan disusun strategi bauran pemasaran yang tepat berdasarkan strategi budaya, supaya produk yang dihasilkan sangat diterima dan diminati sesuai budaya pelanggan ataupun membuat budaya baru kepada pelanggan.

             Kondisi pasar sekarang telah berlangsung suatu bentuk pemasaran global yang semua pemasar tidak lagi didominasi oleh pihak-pihak tertentu. Dunia tanpa batas ini menciptakan akses pasar bagi semua orang tak terkeculi pemasarnya miskin. Perusahaan-perusahaan berlomba-lomba memasarkan produknya lintas komunitas, lintas Negara, lintas suku, lintas golongan, lintas geografis, mereka menginternasionalkan produk-produknya. Masyarakat manusia kini telah membangun pusat perbelanjaan sejagad/global, oleh Ernest Dichter dalam jurnal Harvard Bussines Review menamakan para langganan sedunia. “Perusahaan mempunyai rencana memanfaatkan kesempatan internasional dan baginya pelajaran antropologi budaya akan merupakan alat penting bagi pemasaran kompetitif”, kata Dichter.
 
        Perusahaan periklanan McCann-Erickson mempunyai kantor hampir di seluruh negara menggali informasi kepada para profesor amerika latin yang berguna bagi para langganannya seperti informasi kebiasaan makan para petani dan pola konsumsi keluarga kelas menengah kota yang baru. Memahami kebudayaan setempat agar dapat mengambil keuntungan darinya dan dalam rangka pula membentuk selera dan kebiasaan setempat. Contoh lain, orang Perancis jarang menggosok gigi hanya satu dari tiga orang, mengingatkan bahaya tidak menggosok gigi bukanlah pendekatan yang mengesankan. Suatu pendekatan yang lebih menyenangkan dengan menekankan bahwa menggosok gigi adalah indah dan modern. Ini berhasil setelah para ahli antropologi perusahaan tersebut berkesimpulan bahwa orang Perancis merasa diri bersalah kalau terlalu sering mandi dan memakai alat-alat kecantikan. Seperti dilakukan contoh ini, maka perusahaan global sekarang telah berperan sebagai agen perubahan social, ekonomi, dan budaya.

      Hal lainnya, menjadi tantangan bagi perusahaan global oleh para manajer dunianya adalah bagaiman menjual kebutuhan lama kepada langganan baru sekaligus menciptakan kebutuhan baru untuk langganan lama. Misalnya saat amerika latin bertumbuh kelas menengahnya, perusahaan mobil langsung menyerbunya setelah mengetahui orang amerika latin berpemikiran tidak dapat hidup tanpa mobil karena pendapatan mereka yang semakin meningkat. Serta penjualan produk mobil baru yang inovatif sesuai selera budaya negara industri akibat persaingan penjualan mobil Negara-negara industri. Perusahaan Indo Mie di Indonesia barangkali telah berhasil melakukan strategi kulturalnya dengan membuat produk-produk yang beragam sesuai selera masrakat sasaran misalnya dibuat Mie Cakalang untuk selera orang Manado yang suka ikan cakalang dan makanan yang pedas. Dunia pasar atau konsumen telah membentuk komunitas pasar atau konsumen. Komunitas ini memiliki semua perangkat atau wujud budaya yang bisa di selami untuk dapat mengetahui realitas jelasnya, atasnya pemasar harus mencari tahu apakah yang ada dalam kotak hitam pembeli. Dari sini memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan memanfaatkannya untuk memenangi pasar kompetitif sehingga produk yang dihasilkan akan berhasil diserap pasar

4. Fungsi Antropologi dalam perusahaan

             Akhirnya yang dilakukan Antropologi dalam perusahaan adalah bisa sebagai :        
1.   Penasihat atau konsultan dalam :
  •  Penasihat atau konsultan budaya perusahaan
  • Pelatih budaya perusahaan dan pelatih menjadi manajer global
  • Penasihat atau konsultan pada personil perusahaan untuk betindak global ketika berada di luar budayanya atau budaya perusahaan lain (menjadi manajer lintas budaya)
  • Penasihat atau konsultan perusahaan untuk memberikan masukan budaya perusahaan lain, perusaahaan saingan lingklungan, pemerintah, Negara lain dan mengambil strategi-strategis persaiangan atau strategi global seperti manajemen lintas budaya.
  •  Penasihat dalam pemasaran karena lebih mengetahui budaya atau perilaku konsumen dan perilaku lingkungan global
2.   Perencana atau pembuat desain perusahaan dalam segala aspek budayanya
3. Manajer atau pelaksana perusahaan untuk tampil global dan berubah menjadi berhasil dan berkesinambungan dalam menghadapi perubahan setiap saat.
4.  Manajer atau pelaksana pemasaran lintas budaya atau pemasaran global, yang mengerti benar perilaku konsumen dalam rangka memasarkan dan menghasilkan produk yang tepat dan disukai konsumen.

0 Response to "PERAN PENTING ANTROPOLOGI DALAM SUATU PEMBANGUNAN"

Posting Komentar