TEORI EVOLUSI KEBUDAYAAN L.H MORGAN
Lewis H.Morgan mula-mula adalah seorang ahli hukum yang lama tinggal
diantara suku-suku bangsa Indian Iroquois didaerah hulu sungai St.
Lawrence dan disebelah selatan danau besar Ontario dan Erie (Negara
bagian New York) sbagai pengacara bagi orang-orang Indian dalam soal
mengenai tanah. Dalam memperhatikan system kekerabatan, Morgan
mendapatkan suatu cara untuk mengupas semua system kekerabatan dari
semua suku bangsa didunia yang jumlahnya semakin banyak. Cara itu
didasarkan pada gejala kesejajaran yang seringkali ada diantara sisitem
istilah kekerabatan.
Mula-mula Morgan tertarik akan suatu gejala tertentu, yaitu gejala
bahwa istilah-istilah kekerabatan dalam bahasa Iroquois itu tidak sama
isinya dengan istilah dari kekerabatan dalam bahasa inggris. Istilah
hanih dalam bahasa Seneca misalnya (salah satu logat Irouquois) yang
isinya dengan istilah father dalam bahasa Inggris. Hanih menunjukan
banyak individu yaitu ayah, semua saudara pria ayah dan semua saudara
pria ibu; sebaliknya father hanya menunjukan seseorang individu saja
yaitu ayah. Morgan mengerti bahwa dibelakang perbedaan system istilah
kekerabatan dalam bahasa Iroquois dengan system istilah kekerabatan
dalam bahasa Inggris. Terletak perbedaan system istilah kekerabatan
dalam dua macam masyarakat tersebut.
Sesuai dengan zamannya, ia juga percaya kepada konsep evolusi
masyarakat, karya pokok yang berjudul Ancient Society (1877) mencoba
meukiskan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia melalui
delapan tingkat evolusi yang universal. Menurut Morgan, masyarakat dari
semua bangsa didunia sudah atau masih menyelesaikan proses
evolusinyamelalui delapan tingkat evolusi sebagai berikut :
- Zama liar tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api. Dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari akar-akar dan tumbuhan-tumbuhan liar.
- Zaman Lidya Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan busur -panah. Dalam zaman ini manusia mulai merubah mata pencarian hidupnya dari meramu hingga menjadi pencari ikan di sungai-sungai atau menjadi pemburu.
- Zaman Lidya Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur-panah, sampai ia mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar. Pada zaman ini mata pencarian hidupnya masih berburu.
- Zaman barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar sampai ia mulai berternak atau bercocok taman.
- Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam.
- Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal tulisan.
- Zaman Peradaban Purba.
- Zaman Peradaban Masa Kini.
Rangka mengenai kedelapan tingkat evolusi tersebut oleh Morgan
dipakai untuk menyusun bahan yang banyak jumlahnya tentang unsur-unsur
kebudayaan dari berbagai suku bangsa Indian di Amerika Serikat, dari
penduduk Australia bangsa-bangsa Yunani dan Rum Klasik dari beberapa
bangsa di eropa seperti sekarang. Teori morgan mengenai kebudayaan
mendapat kecaman yang sangat tajam dari para ahli antropologi di Inggris
dan Amerika pada awal abad ke-20. Sebaliknya L.H Morgan sampai sekarang
masih dihormati sebagai tokoh pendekar ilmu antropologi di Uni Soviet
yang disebabkan karena teorinya mengenai evolusi kebudayaan.
Edward B Taylor (1832-1917) adalah orang inggris dan seorang
arkeolog. Dengan karangan pertamanya yang menakjubkan mengenai
ekspedisinya ke meksiko berjudul Anahuac, or Mexico and The Mexicans, Ancient and Modern
(1861) yang berisikan tentang kebudayaan meksiko kuno. Menjadi guru
besar Universitas Oxford dalam tahun 1883. Memiliki cara berpikir
evolusionisme. Dia melakukan sebuah penelitian dengan pokok unsur-unsur
kebudayaan seperti system religi, kepercayaan, kesusasteraan, adat
istiadat, upacara, dan kesenian, menghasilkan karya dua jilid dengan
judul Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom
(1874) yang menerangkan tentang asal mula religi. Tylor berpendapat
bahwa asal mula religi itu adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa
yang disebabkan oleh dua hal:
- Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Satu orgasnim pada satu saat bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tak lama kemudian orgasnim itu juga tidak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebakan gerak itu, yaitu jiwa.
- Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain (bukan di tempat di mana ia sedang tidur). Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian itulah yang di sebut dengan jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa
jiwa dapat hidup langsung., lepas dari tubuh jasmaninya. Tylor
berpendirian bahwa meskipun jiwa sedang melayang, hubungannya dengan
jasmani tetap terjaga saat manusia tidur atau pingsan. Namun, bila telah
mati, jiwa dan jasmani telah berpisah dan tidak memiliki hubungan lagi.
Apabila jasmani telah menjadi abu dalam proses pembakaran, jiwa akan
merdeka. Semakin banyak kematian, semakin dunia ini dipenuhi oleh
jiwa-jiwa itu. Dalam hal ini, jiwa-jiwa tidak lagi disebut sebagai soul, melainkan spirit
atau makhluk halus (roh). Kemudian manusia percaya bahwa roh-roh
tersebut ada, tinggal, dan juga hidup di sekeliling mereka. Roh memilki
wujud transparan sehingga tidak dapat tertangkap oleh pancaindera,
diyakini mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh manusia,
menyebabkan roh-roh tersebut mendapat tempat terpenting dalam kehidupan
manusia yang kemudian menjadi objek penyembahan dan penghormatan,
disertai dengan berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban, yang
oleh taylor disebut animism.
Kemudian Taylor menerangkan religi itu dengan cara berpikir
evolusionisme yaitu animisme merupakan bentuk religi tertua yang pada
dasarnya animisme adalah keyakinan kehidupan roh-roh nenek moyang
disekitar manusia. Kemudian dalam alam semesta juga dikendalikan oleh
jiwa yang ada dibalik gejala dan peristiwa alam. Jiwa alam itu
dipersonifikasikan dalam bentuk makhluk yang memiliki kemampuan
berpikir, yang disebut dewa-dewa. Kemudian timbul lagi keyakinan bahwa
adanya kerumunan dan susunan dewa-dewa di langit layaknya seperti
kerumunan dan susunan manusia di bumi. Pada akhirnya, manusia sadar
bahwa dalam sebuah kerumunan pasti ada yang memimpin. Dari situlah
berkembang keyakinan akan Tuhan, sebagai tingkatan terakhir munculnya monotheisme.
Penelitian Tylor mengenal tingkatan evolusi kebudayaan melahirkan
konsep survival yaitu unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat
mempengaruhi sebuah kebudayaan menjadi kebudayaan teladan, sehingga
tidak dapat dimasukan pada tingkat teori evolusi tertentu, namun dapat
dijadikan apabila memakai unsur-unsur sisa dari kebudayaan-kebudayaan
yang berasal dari tingkat evolusi sebelumnya. Unsur itu sendirilah yang
disebut dengan survival, yang akan menjadi alat terpenting bagi penganut
evolusionisme dalam menganalisis kebudayaan-kebudayaan dan tidak
meningkatkan evolusi dari tiap kebudayaan.
TEORI J.G. FRAZER MENGENAI ILMU GAIB DAN RELIGI
J.G Frezer (1854-1941) adalah ahli folklore Inggris yang sangat
banyak menggunakan bahan etnografi dalam karya-karyanya dan bisa disebut
juga pendekar Antropologi. Ia juga bisa dimasukkan dalam golongan para
ahli penganut teori evolusi kebudayaan, karena karyanya mengenai asal
mula perkembangan jiwa ilmu gaiib dan religi yang juga dibayangkan
olehnya sebagai suatu proses yang melalui tingkat-tingkat evolusi yang
seragam bagi semua bangsa di dunia. Karyanya yang terpenting adalah “Totemish and Exogami’ (1950) dan “The Golden Bough” (1911-13)
Teori Frazer mengenai asal mula ilmu gaib dan religi itu dapaat
diringkas sebagai berikut : Manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan
akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan itu
ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit
lingkaran batas akalnya. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan
dengan akal dipecahkannya dengan , ilmu gaib. Menurut Frazer, magic
adalah semua tindakan manusia (atau absensi dari tindakan) untuk
mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada di dalam alam,
serta seluruh komplex yang ada di belakangnya. Manusia mula-mula hanya
mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang diluar
kemampuan dan pengetahuan akalnya. Pada waktu itu religi belum ada dalam
kebuadayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak dari tindakan magic itu
tadi tidak ada hasilnya, maka mulailah mereka yakin bahwa alam didiami
oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa padanya. Lalu mulailah
mereka menjalin hubungan dengan makhluk-makhluk halus tersebut. Dengan
demikian timbulah religi.
Menurut Frazer, memang ada suatu perbedaan besar antara ilmu gaib dan
religi. Ilmu gaib adalah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia
untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan
kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah gaib yang ada di dalam alam.
Sebaliknya religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk
mencapai sesuatu maksud dengan cara menyadarkan diri kepada lemauan dan
kekuasaan makhluk-makhluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa dsb, yang
menempati alam. Kecuali menguraikan pendiriannya tentang dasar-dasar
religi, Frazer juga membuat suatu klasifikasi dari segala macam tindakan
ilmu gaib ke dalam beberapa tipe ilmu gaibb dalam bukunya The Golden Bough itu.
MENGHILANGNYA TEORI-TEORI EVOLUSI KEBUDAYAAN
Pada abad ke-19 mulai timbul kecaman-kecaman terhadap cara berfikir
dan cara bekerja pada sarjana penganut evolusi kebudayaan. Kecaman mulai
menyerang detail dan unsur-unsur tertentu dalam berbagai karangan dari
para penganut teori tersebut, kemudian meningkat menjadi serangan
terhadap konsepsi dasar dari teor-teori tentang evolusi kebudayaan
manusia. Pengumpulan barang sebagai hasil penggalian-penggalian
prehistori, itu semua hasil dari penelian-penelitian para ahli
antropologi.
Pada abad ke-20 hampir tidak ada lagi karya antropologi yang
berdasarkan konsep evolusi. Pada tahun 1930 tampak adanya penelitian
antropologi menggunakan konsep-konsep itu di uni soviet. Tahun 1940
muncul beberapa ahli antropologi Inggris dan Amerika menghidupkan lagi
konsep-konsep evolusi kebudayaan, tetapi yang tidak bersifat beragam
bagi senua bangsa di dunia.
0 Response to "teori antropologi klasik"
Posting Komentar